Secara bahasa
"kaligrafi" merupakan penyederhanaan dari calligraphy (kosakata
dari bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani yang diambil dari kata kallos yang
berarti beauty(indah) dan graphein yang artinya to write (menulis)
berarti tulisan atau aksara, yang berarti "tulisan yang indah atau seni
tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti
garis.
Secara istilah dapat diungkapkan, "calligraphy is hanwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents guality" (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya). Ada juga ungkapan lain, seperti Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi. Batasan-batasan tersebut seiring pula dengan yang diungkapkan oleh Yaqut al-Musta'shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah. Sementara Ubaidillah bin Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan serta masih banyak lagi terminologi kaligrafi yang senada dengan yang telah disebutkan. Namun terminologi kaligrafi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut:kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
Secara istilah dapat diungkapkan, "calligraphy is hanwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents guality" (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya). Ada juga ungkapan lain, seperti Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi. Batasan-batasan tersebut seiring pula dengan yang diungkapkan oleh Yaqut al-Musta'shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah. Sementara Ubaidillah bin Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan serta masih banyak lagi terminologi kaligrafi yang senada dengan yang telah disebutkan. Namun terminologi kaligrafi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut:kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
I.
Sejarah
Perkembangan Kaligrafi di Dunia Islam
Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra,
dengan sederet nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi
tulis-menulis (baca:khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan
beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas
tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa
India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji,
bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria denganFonogram/Tulisan Paku dan
pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan
ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah)
yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga tradisi lisan (komunikasi
dari mulut ke mulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara mereka tampak
anati huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam
dengan ditandai pemanjangan al-Mu'alaqot (syair syair masterpiece yang
ditempel di dinding Ka'bah).
Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa
awal Islam memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M,
328 M dan 512 M menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang
ada, dapat ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati, yaitu huruf
orang-orang Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama
hanya menampilkan huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami
Hirah dan Anbar, tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah
selatan Jazirah Arah.
A. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)
A. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)
Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota
tempat dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga
gaya utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah
yaitu Mudawwar (bundar),mutsallats (segitiga) dan Ti'im (kembar
yang tersusun dari segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua yang
diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya muqawwarberciri
lembut, lentur dan gaya mabsut berciri kaku dan terdiri dari
goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua gaya ini pun menyebabkan timbulnya
pembentukan sejumlah gaya lain lagi yang diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar)dan Naskh (inskriptif).
Gaya Masyq danNaskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat
laun ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun
melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik
menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi
Murabba' (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam),Mutarabith
Mu'aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami
perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi , baik dalam hal
keragaman gaya baru maupun penggunaannya. Dalam hal ini penyalinan al-Qur'an,
kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.
Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang paling termashyur
mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat
tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf danTsuluts. Keempat tulisan ini
saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih
sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar
pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang
tidak terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah
kepada amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang
berciri miring digunakan oleh masyarakat luas.
Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh
karena khalifah pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan
sebagian besar peninggalan-peninggalan demi kepentingan politis. Hanya ada
beberapa contoh tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang
dibangun Mu'awiyah, tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada
sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain.
B. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn 'Ajlan yang hidup pada masaKhalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M) dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775) dan al-Mahdi (775-786). Ishaq memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn 'Ajlan yang hidup pada masaKhalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M) dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775) dan al-Mahdi (775-786). Ishaq memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai
nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar
kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi
pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang
rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan
baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran.
Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat
al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam
macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi,
Muhaqqaq, Raihani, Riqa' dan Tauqi' yang merupakan tulisan kursif. Tulisan
Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang
akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal
diantaranyaMuhammad ibn as-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua
muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab
mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal
dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai
perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal.
Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah
al-Qur'an dan fragmen duniawi saja.
Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta'simi yang
memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan
halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur tersebut. Yaqut adalah
kaligrafer besar dimasa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya
dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan
keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Ummayah.
Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan
baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya
kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani
Abbasiyah daripada Bani Ummayah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan
geometrik yang mendapat pengarih kebudayaan Hellenisme dan Sasania.
C. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang
disebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat negeri
Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir,
termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi
yang berbeda. Gaya keligrafi yang berkembang dominan adalahKufi Maghribi yang
berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh
Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang
ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh
tentara Mongol sibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan
kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu
Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun
kembali. Penggantinya yaitu Uljaytujuga meneruskan usaha Ghazan, ia
memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni
kaligrafi dan hiasan al-Qur'an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki
beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad
al-Suhrawardi yang menyalin al-Qur'an dalam gaya Muhaqqaq tahun
1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan
lain-lain.
Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang
didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah
ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian istimewa. Ia
mempunya perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan
al-Qur-an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli
kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra'Iyang menyalin al-Qur'an
bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang
bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer
terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera
digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun
1736. Pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong
perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta'liq yang
sekarang dikenal Khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan Ta'liq adalah Nasta'liq yang
mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta'liq akhirnya menggeser Naskhi dan
menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
Di kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih
bernuansa tradisional. GayaBehari muncul di India pada abad ke-14 yang
bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikal yang
ramping. Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi,
dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gayaShini.
Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan.
Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintaholeh Dinasti
Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti
ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah
Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah
yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan
seniman saja, tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai
kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh
seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer
yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh
Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz
Usman. Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah
melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya
kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting
adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani dan Diwani Jali. Syikastah(bentuk
patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta'liq dan Nasta'liq awal. Gaya ini
biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada
mulanya adalah penggayaan dari Ta'liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad
ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah.
Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan
bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang
lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan).
Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.
II.
Sejarah
Perkembangan Kaligrafi di Indonesia
Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama
kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini
bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi
kaligrafi Islam yang dilakukan olehProf. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi
gaya kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan
makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/ 1082 M) dan beberapa makam
lainnya dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia
Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan [ada
makam-makam, huruf arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai
untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah
perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala
surat dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut
diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman
Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca
dan media lainnya. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Qur'an tua
dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan
menulis al-Qur'an telah banyak dirintis oleh para ulama besar di
pesantren-pesantren smenjak abad ke-16, meskipun tidak semua ulama dan santri
yang piawai menulis kaligrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari
seorang khattatyang ditokohkan di penghujung abad ke-19 atau awal abad
ke-20, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku
pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang
kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar 1961 karanganMuhammad Abdur Muhili berjudul "Tulisan
Indah" serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul "Khat,
Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab" tahun 1971.
Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam
kitab-kitab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di
tanah air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H.
Darami Yunus, H. Salim bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi'i
Karim. Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda
dapat disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K.
Mahfudz dari Ponorogo, Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq danMuhammad
Wasi' Abdur Razaq, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari
Bantul dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis
buku-buku kaligrafi dan mengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan
sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam
konteks kesenirupaan atau visual art.Dalam konteks ini kaligrafi menjadi
jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar
mahluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada
faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang
luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali
sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi
Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di
Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia
tahun 1980 di Balai Sidang Jakarta dan pameran MTQ Nasional XII di Banda Aceh
tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi islam di
Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Yahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan
pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelopori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang) dan H. Amang Rahman (Surabaya) dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkan dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lujkis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapin hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.
Para pelukis yang mempelopori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang) dan H. Amang Rahman (Surabaya) dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkan dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lujkis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapin hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.
Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini
menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu
oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ
Nasional XIII di Padang 1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang
memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada
panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ
Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya
kaligrafi dilombakan di MTQ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar